etika utilitarinisme

Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.

Selain itu etika bisnis juga merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia.

Yang diharapkan dan mengapa kita mempelajari Etika Bisnis, menurut K. Bertens, ada tiga tujuan yang ingin dicapai, yaitu : menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis, memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis dan membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya (kelak).

Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan : etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar.

 

 

Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika, yang sudah di jelaskan pada pertemuan sebelumnya. Tolak ukur bahwa bisnis itu baik menurut tiga sudut pandang tadi. Untuk sudut pandang ekonomis, yaitu bila bisnis memberikan profit, dan hal ini akan jelas terbaca pada laporan rugi/laba perusahaan di akhir tahun. Dari sudut pandang hukum pun jelas, bahwa bisnis yang baik adalah yang diperbolehkan oleh sistem hukum yang berlaku. (penyelundupan adalah bisnis yang tidak baik). Yang lebih sulit jawabnya adalah bila bisnis dilihat dari sudut pandang moral. yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan bisnis.

 

Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu : nurani, Kaidah Emas,penilaianumum.

 

Pelaksanaan tangungjawab sosial suatu bisnis merupakan penerapan kepedulian bisnis terhadap lingkungan, baik lingkungan alam, teknologi, ekonomi, sosial, budaya,perintah maupun masyarakat Internasional. Bisnis yang menerapkan tanggung jawab sosial itu merupakan bisnis yang menjalankan etika bisnis, sedangkan bisnis yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial itu merupakan penerapan yang tidak etis. Penerapan etika bisnis ini murupakan penerapan dari konsep “ Stake Holder” sebagai pengganti dari konsep lama yaitu konsep “Stock Holder” . Pengusaha yang menerapkan konsep Stock Holder berusaha untuk mementingkan kepentingan para pemengang saham (Stockholder) saja, di mana para pemegang saham tentu saja akan mementingkan kepentinganya yaitu penghasilan yang tinggi baginya yaitu yang berupa deviden atau pembagian laba serta harga saham dipasar bursa. Dengan memperoleh deviden yang tinggi maka penghasilan mereka akan tinggi, sedangkan dengan naiknya nilai atau kurs saham akan merupakan kenaikan kekayaan yang dimilikinya yaitu sahamnya itu dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Pemenuhan kepentingan ataupun tuntutan dari para pemengan saham itu sering kali mengabaikan kepentingan – kepentingan pihak-pihak yang lain yang juga terlibat dalam kegiatan bisnis. Pihak lain yang terkait dalam kegiatan bisnis tidak hanya para pemegang saham saja akan tetapi masih banyak lagi seperti : Pekerja/ karyawan, Konsumen, Kreditur, Lembaga-lembaga keuangan dan Pemerintah.

Menurut paham Utilitarianisme, bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian. Maka dari itu pada makalah kali ini, penulis akan membahas lebih detail mengenai etika utilitarianisme dalam bisnis. Dimana dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian etika utilitarianisme, kriteria dan prinsip etika utilitarianisme, nilai postif dari etika utilitarianisme, etika utilitarianisme sebagai proses dan standar penilaian, analisis keuntungan dan kerugian serta kelemahan etika utilitarianisme.

 

 

 PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Utilitarianisme

perkembangan etika Utilitarian itu secara garis besar – yang cikal bakalnya bermuara pada prinsip-prinsip etika utilitarian Jeremi Bentham – yang oleh kalangan filsuf ditempatkan sebagai “maistro” dari aliran utilitarianisme ini. Bertolak dari nama utilitarisme [yang di dalamnya mengandung  kata “utilis”  berguna], telah menempatkan paham ini sebagai ‘dasar etis’ dalam rangka memperbaharui hukum Inggris, khususnya Hukum Pidana. Dan Bentham tidak bermaksud untuk menciptakan suatu teori moral abstrak, akan tetapi mempunyai sebuah maksud yang sangat kongkrit. Ia berasumsi bahwa hukum dibuat dalam rangka memajukan kepentingan warga negara, dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi yang disebut hak-hak kodrati. Di samping sebagai dasar etis,  juga teori ini sering dianggap  sebagai “etika sukses”, yaitu etika yang  memberikan ciri pengenalan kesusilaan adalah manfaat dari suatu perbuatan. Suatu perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat atau kegunaan, berguna artinya memberikan kita sesuatu yang baik dan tidak menghasilkan yang buruk. Dalam teori ini juga ditemukan sebuah semboyang yang sangat terkenal: “The greatest happiness of the greatest  number” (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar)

Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat. dalam konsep ini dikenal juga “Deontologi” yang berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Deontologi adalah teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, sebagaimana keinginan diri sendiri selalu berlaku baik pada diri sendiri.

menurut paham Utilitarianisme bisnis adalah etis, apabila kegiatan yang dilakukannya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya pada konsumen dan masyarakat. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya malah memberikan kerugian.

B. Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

Etika utilitarianisme berasal dari bahasa Latin, utilitas yang berarti kegunaan. Paham ini menilai baik atau tidaknya sesuatu ditinjau dari segi kegunaan yang didatangkannya.

Dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill pada abad ke 19 sebagai kritik atas dominasi hukum alam . Teori ini juga disebut sebagai teori kebahagiaan terbesar (the greatest happines theory) dan teori teleologis.

Konsep dasar teori ini adalah suatu perbuatan yang secara moral adalah benar, jika:

    • Membuat hal yang terbaik untuk banyak orang
    • Mampu memberi manfaat bagi setiap orang
    • Mendapatkan manfaat terbaik dari manfaat-manfaat dari kemungkinan yang dipertimbangkan.

 

  1. Etika Utilitarianisme

Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748 -1832).

Etika Utilitarianisme adalah tentang bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi dan legal secara moral.

Teori utilitarisme yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham ini terdapat beberapa prinsip dasar yang merupakan ciri khas, diantaranya:

    1. Bahwa alam telah menempatkan manusia di bawah tuntunan dua guru, yaitu kelezatan (pleasure) dan kesakitan (pain). Manusia adalah makhluk yang mencari kelezatan (pleasure seekink) dan menghindari rasa sakit (pain avoiding). Prinsip tersebut menurutnya harus ditetapkan secara kuantitatif agar dapat memberi etika kemanfaatan atas dasar ilmiah (Titus, Smith Nolan, 1984: 149).
    2. Kesenangan atau kebahagiaan – ia memakai kata-kata ini sebagai sebuah sinonim – yang buruk adalah peneritaan. Oleh karena itu, suatu keadaan jika mencakup kesenangan yang lebih besar daripada penderitaan,  penderitaan yang lebih kecil daripada kesenangan, adalah lebih baik daripada keadaan lain. Di antara semua keadaan yang mungkin itu, yang paling terbaik adalah mencakup kesenangan yang lebih besar daripada penderitaan
    3. Bahwa kebaikan – kebaikan adalah kebahagiaan pada umumnya, akan tetapi juga bahwa setiap individu senantiasa memburu apa yang menurut keyakinannya merupakan kebahagiaannya sendiri. Oleh sebab itu, menurutnya, tugas legislator adalah menghasilkan keserasian antara  kepentingan publik dan kepentingan pribadi (Russel, Ibdi: 1008).

 

 

Kriteria Prinsip Etika Utilitarianisme

 

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa terdapat tiga kriteria prinsip etika utilitarianisme ( Keraf, 1998:94):

    1. Manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu.
    2.  Manfaat Terbesar, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu mendatangkan manfaat besar dibandingkan dengan alternatif lainnya. Dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan kerugian terkecil.
    3. Manfaat Terbesar Bagi Orang Sebanyak Mungkin, yaitu bahwa suatu kebijakan atau tindakan dinilai baik secara moral jika tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan apabila mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.

 

Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.

 

B. Nilai Postif Etika Utilitarianisme

Menurut Keraf (1998:96) terdapat tiga nilai positif etika utilitarianisme, yaitu:

  1. Rasionalitas

Prinsip moral yang diajukan etika utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Etika utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional.

 

  1. Otonom

Etika utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral untuk berpikir dan bertindak dengan hanya memperhatikan tiga kriteria objektif dan rasional seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Tidak ada paksaan bahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu yang tidak diketahui alasannya.

 

  1. Universal

Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dinilai bermoral apabila tindakan tersebut memberi manfaat terbesar bagi banyak orang.

Nilai positif Utilitarianisme terletak pada sisi rasionalnya dan universalnya. Rasionalnya adalah kepentingan orang banyak lebih berharga daripada kepentingan individual. Secara universal semua pebisnis dunia saat ini berlomba-lomba mensejahterakan masyarakat dunia, selain membuat diri mereka menjadi sejahtera. berbisnis untuk kepentingan individu dan di saat yang bersamaan mensejahterakan masyarakat luas adalah pekerjaan profesional sangat mulia. Dalam teori sumber daya alam dikenal istilah Backwash Effect, yaitu di mana pemanfaatan sumber daya alam yang terus menerus akan semakin merusakan kualitas sumber daya alam itu sendiri, sehingga diperlukan adanya upaya pelastarian alam supaya sumber daya alam yang terkuras tidak habis ditelan jaman.

 

  1. Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar Penilaian
    1. Etika utilitarianisme dipakai sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain, etika utilitarianisme dipakai sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.
    2.  Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian bai tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, ketiga criteria di atas lalu benar-benar dipakai sebagai criteria untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan memang baik atau tidak. Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya yaitu sejauh mana ia mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.

 

 

  1. Analisis Keuntungan dan Kerugian

 

    1. Keuntungan dan kerugian, cost and benefits yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan
    2. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang. Dalam analisis ini perlu juga mendapat perhatian serius, bahwa keuntungan dan kerugian disini tidak hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga aspek-aspek moral.
    3.  Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang. Benefits yang menjadi sasaran utama semua perusahaan adalah long term net benefits.

Di dalam analisa pengeluaran dan keuntungan perusahaan memusatkan bisnisnya untuk memperoleh keuntungan daripada kerugian. Proses bisnis diupayakan untuk selalu memperoleh profit daripada kerugian. Keuntungan dan kerugian tidak hanya mengenai finansial, tapi juga aspek-aspek moral seperti halnya mempertimbangkan hak dan kepentingan konsumen dalam bisnis. Dalam dunia bisnis dikenal corporate social responsibility, atau tanggung jawab sosial perusahaan. Suatu pemikiran ini sejalan dengan konsep Utilitarianisme, karena setiap perusahaan mempunyai tanggaung jawab dalam mengembangkan dan menaikan taraf hidup masyarakat secara umum, karena bagaimanapun juga setiap perusahaan yang berjalan pasti menggunakan banyak sumber daya manusia dan alam, dan menghabiskan daya guna sumber daya tersebut.

  1. Kelemahan Etika Utilitarianisme
    1. Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit
    2. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.
    3. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
    4. Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikuantifikasi
    5. Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya
    6. Etika Utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.

Kesulitan dalam penerapan Utilitarianisme yang mengutamakan kepentingan masyarakat luas merupakan sebuah konsep bernilai tinggi, sehingga dalam praktek bisnis sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis. misalnya dalam segi finansial perusahaan dalam menerapkan konsep Utilitarianisme tidak terlalu banyak mendapat segi manfaat dalam segi keuangan, manfaat paling besar adalah di dalam kelancaran menjalankan bisnis, karena sudah mendapat ‘izin’ dari masyrakat sekitar, dan mendapat citra positif di masyarakat umum, namun dari segi finansial, Utilitarianisme membantu (bukan menambah) peningkatan pendapat perusahaan.

 

  1. Contoh Perusahaan yang Menerapkan Teori Etika Utilitarianisme

 

PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau yang biasa dikenal dengan PGN merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi dan distribusi gas bumi, yang menghubungkan pasokan gas bumi Indonesia dengan konsumen di seluruh penjuru nusantara.

Awalnya, perusahaan gas pertama di Indonesia adalah perusahaan gas swasta Belanda bernama I.J.N. Eindhoven & Co yang berdiri pada tahun 1859. Perusahaan ini memperkenalkan penggunaan gas kota di Indonesia yang terbuat dari batubara. Setelah kemerdekaan Indonesia, perusahaan ini kemudian menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia, dan pada 13 Mei 1965 perusahaan ini berubah nama menjadi Perusahaan Gas Negara. Kemudian, pada 15 Desember 2003 namanya resmi menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.

Penyaluran gas alam untuk pertama kali dilakukan di Cirebon pada tahun 1974, kemudian disusul berturut-turut di wilayah Jakarta tahun 1979, Bogor tahun 1980, Medan tahun 1985, Surabaya tahun 1994, dan Palembang tahun 1996.

Tindakan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dalam menerapkan Teori Utilitarianisme antara lain:

    1. PGN memiliki banyak sekali konsumen di Indonesia yaitu sektor rumah tangga, komersial dan industri. Sehingga dapat dikatakan perusahaan ini bermanfaat bagi banyak orang.
    2. Perusahaan ini yang semula mengalirkan gas buatan dari batu bara dan minyak dengan teknik Catalytic Reforming yang tidak ekonomis mulai menggantinya dengan mengalirkan gas alam pada tahun 1974 di kota Cirebon.
    3. Sesuai dengan Slogannya “Energy for Life”, PGN memperkuat pondasi yang ada dan bertransformasi dari perusahaan transmisi dan distribusi gas bumi menjadi penyedia solusi energi terintegrasi, yang mendorong pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan hidup masyarakat dan industri yang semakin meningkat
    4. PGN ikut serta dalam mengembangkan budaya peduli lingkungan dengan mengadakan program-program seperti program pelestarian dan konservasi lingkungan, program rehabilitasi lingkungan, program penghijauan, program konservasi lingkungan, program hemat kertas, program kampanye lingkungan dan lain-lain.
    5. PGN berkomitmen untuk kedepannya akan mengurangi penggunaan emisi karbon / gas rumah kaca dalam kegiatan perusahaan.
    6. Seiring meningkatnya kebutuhan energi yang bersih dan terjangkau, PGN terus menggunakan keahlian dan pengalamannya untuk mengamankan sumber energi baru untuk memenuhi kebutuhan jangka panjang konsumen.

 

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau CSR (corporate social responsibility)

 

kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.

 

Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).

 

Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.

 

Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.

Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.

Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat).

 

Perusahaan yang Telah Menerapkan Utilitarianisme atau CSR

 

Sejak didirikan pada 5 Desember 1933Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain Selama ini, tujuan perusahaan kami tetap sama, dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari; membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka maupun orang lain; menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia; dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami untuk tumbuh sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Saham perseroan pertamakali ditawarkan kepada masyarakat pada tahun 1981 dan tercatat di Bursa Efek Indonesia seja 11 Januari 1982. Pada akhir tahun 2011, saham perseroan menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia. Cleaning productPerseroan memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalam likuidasi), kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever, kepemilikan Perseroan sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek Domestos Nomos.

 

Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruh nutrisi.

Perseroan mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan berkesinambungan. Nilai-nilai dan standar yang Perseroan terapkan terangkum dalam Prinsip Bisnis Kami. Perseroan juga membagi standar dan nilai-nilai tersebut dengan mitra usaha termasuk para pemasok dan distributor kami. Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, dengan kantor pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43 brand utama dan 1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500 distributor independen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa. Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri, gudang tambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya.

 

Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial, Unilever Indonesia menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang luas. Keempat pilar program kami adalah Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

 

Unilever Indonesia Memiliki Visi :

Empat pilar utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan  kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana.

    1.  Kami bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari
    2. Kami membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain
    3. Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia
    4. Kami akan mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan

 

 

PENUTUP

Kesimpulan

 

Dari pembahasan dapat kami simpulkan bahwa :

    1. Utilitarianisme adalah paham dalam filsafat moral yang menekankan manfaat atau kegunaan dalam menilai suatu tindakan sebagai prinsip moral yang paling dasar, untuk menentukan bahwa suatu perilaku baik jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar konsumen atau masyarakat
    2.  Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme menurut Keraf (1998:94):
  1. Manfaat,
  2. Manfaat Terbesar
  3. Manfaat Terbesar Bagi Orang Sebanyak Mungkin
    1. Nilai Positif Etika Utilitarianisme, ada Rasional, Otonon dan Universal.
    2. Utilitarianisme Sebagai Proses dan Standar Penilaian
  1. Etika utilitarianisme digunakan sebagai proses untuk mengambil keputusan, kebijaksanaan atau untuk bertindak
  2. Etika utilitarianisme sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan
    1. Analisa Keuntungan dan Kerugian
  1. Keuntungan dan kerugian, cost and benefits yang dianalisis tidak dipusatkan pada keuntungan dan kerugian perusahaan.
  2. Analisis keuntungan dan kerugian tidak ditempatkan dalam kerangka uang.

 

  1. Analisis keuntungan dan kerugian untuk jangka panjang.
    1. Kelemahan Etika Utilitarianisme
  1. Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit
  2. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya
  3. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang
  4. Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikuantifikasi
  5. Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan proiritas di antara ketiganya
  6. Etika Utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Sutrisna, Dewi. 2011. Etika Bisnis : Konsep Dasar, Implementasi dan Kasus. Denpasar : Udayana University Press.
  2. Velasquez, Immanuel G. 2005. Etika Bisnis, Konsep dan Kasus-Edisi 5. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta.
  3. Apriyono, Ricky Dwi. 2012. Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis. http://yuumenulis.wordpress.com/2012/11/07/etika-utilitarianisme-dalam-bisnis.
  4. Burhan, Salahuddin. 2012. Etika Bisnis. : http://www.salahuddin-burhan.com/php_files/perkuliahan/etika_bisnis.php
  5. Sinaga, Afriwan. 2012. Etika Utilitarianisme Dalam Bisnis. http://afriwansinaga.blogspot.com/2012/11/etika-utilitarianisme-dalam-bisnis.html.
  6. Silahkan edit jika tidak ingin mencantumkan sumber ^_^ http://feelinbali.blogspot.com/2013/09/etika-bisnis-etika-utilitarianisme.html#ixzz3Wt05w0Pz